Minggu, 16 Januari 2011

PENCUCIAN UANG DAN PEMBIAYAAN TERORISME

PENCUCIAN UANG DAN PEMBIAYAAN TERORISME


PENCUCIAN UANG (MONEY LOUNDRING)

Kasus kejahatan lintas negara merupakan kecenderungan yang tidak terelakkan dalam era globalisasi. Kecanggihan teknologi telah mempermudah serta memberikan pengaburan terhadap batas-batas negara. Hal ini menjadi faktor yang utama mengapa kejahatan bisa terjadi lintas negara. Salah satu bentuk kejahatan lintas negara yang amat mengalami kemajuan pesat adalah kejahatan pencucian uang (money loundring). Money Loundring merupakan tindakan kejahatan pencucian uang dimana uang yang didapat merupakan uang hasil tindak kejahatan yang kemudian dibuat seolah-olah uang tersebut merupakan hasil dari kegiatan yang legal. Money Loundring merupakan tindakan kejahatan yang tidak berdiri sendiri, artinya bahwa money loundring terjadi karena terlebih dahulu adanya tindakan kejahatan yang kemudian hasil tindak kejahatan tersebut diupayakan harus tampak berasal dari aktivitas yang legal. Melalui proses pencucian uang haram maka uang yang diperoleh dari hasil kegiaatan illegal akan tampak seolah-olah uang tersebut merupakan hasil dari kegiatan yang legal.

Pencucian uang (money loundring) sesungguhnya bukanlah bentuk kejahatan baru. Menurut Abadinski, pencucian uang ini dimulai semenjak Al capone dikenai pidana penjara karena melakukan pelanggaran pajak. Al Capone melakukan pencucian uang dari hasil perdagangan minuman al-kohol yang pada waktu itu dilarang yang kemudian uang hasil penjualan tersebut ditanam pada bisnis legal misalnya vending machine. Lebih jauh,  perkembangan tindak kejahatan money loundring mengikuti trend perkembangan global seiring dengan kemajuan tekhnologi.

Sifat money laundering menjadi universal dan bersifat internasional yakni melintasi batas-batas yurisdiksi negara. Tindak pidana penyuapan, korupsi, perjudian, pemalsuan uang serta aktivitas terorisme merupakan pemicu money laundering. Money Laundering dapat menimbulkan ketidak percayaan nasabah dan masyarakat kepada sistem perbankan. Apabila dikatakan bahwa kegiatan pencucian uang telah menembus batas negara berarti pemahaman hukum pidana terhadap kejahatan ini tidak lagi terkait dengan azas teritorial suatu negara saja akan tetapi lebih dari satu hukum nasional yang dilanggar. Uang hasil dari tindak pidana ini tidak saja disimpan atau dimanfaatkan dalam suatu lembaga keuangan suatu negara asal, akan tepi juga dapat ditransfer ke negara lain dengan berbagai macam cara dan kepentingan. Jika diperhatikan uang hasil money laundering itu telah melalui dua periode. Pertama uang itu diperoleh dari kejahatan, kedua uang itu dibersihkan melalui money laundering dengan berbagai cara sehingga menjadikan uang itu legal. Memperhatikan kasus money laundering, nampak kejahatan ini tersusun rapi dan bersifat internasional.

Pada tingkat internasional ada suatu konvensi the United Nation Convention Against Illicit Trafic in Narcotics, Drugs and Psycotropic Substances of 1988, yang biasa disebut dengan the Vienna Convention, disebut juga U N Drug Convention 1988. Konvensi ini mewajibkan para anggotanya untuk menyatakan pidana terhadap tindakan tertentu yang berhubungan dengan money laundering. Berdasarkan konvensi ini RI telah meratifikasi dengan UU No 7 tahun 1997. Implementasi ratifikasi ini baru pada tahun 2002 RI membuat UU No 15 tahun 2002 menyatakan bahwa money laundering sebagai tindak pidana. UU No 15 tahun 2002 kemudian diubah dengan UU No 25 tahun 2003. Konsideran UU No 15 tahun 2002 jelas menyatakan bahwa pencucian uang bukan saja merupakan kejahatan nasional tetapi juga kejahatan transnasional, oleh karena itu harus diberantas, antara lain dengan cara melakukan kerja sama regional atau inter-nasional melalui forum bilateral atau multilateral. Konsideran UU No 25 tahun 2003 menyatakan bahwa agar upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang dapat berjalan secara efektif, maka UU No 15 tahun 2002 perlu disesuaikan dengan perkembangan hukum pidana tentang pencucian uang dan standar internasional.

            Untuk melakukan proses money loundring, menurut Scott (1995) ada beberapa tahapan proses yang harus dilalui yaitu :
  1. Placement yang merupakan proses secara fisik mengubah uang kontan haram menjadi halal melalui deposito bank atau lembaga keuangan lain.
  2. Layering yaitu proses melakukan transaksi bisnis yang rumit dan berlapis-lapis untuk memisahkan uang hasil kejahatan dari asal-usulnya dan melakukan penyamaran jejak pembukuan.
  3. Integration adalah proses menjadikan uang haram menjadi tampak halal, melalui cara meminjamkan ke pihak lain mempergunakan kamuflase.

PEMBIAYAAN TERORISME

Aktivitas yang bernuansa terorisme mengalami peningkatan di berbagai tingkatan. Modus operandinya dan senjata yang dipakai semakin canggih dan memiliki daya perusak misalnya dengan korban manusia secara massal. Selain kerugian material, aksi terorisme itu berdampak luas dalam berbagai aspek kehidupan politik, ekonomi, sosial dan keamanan, baik di tingkat nasional, regional maupun internasional. Contoh faktual secara nyata adalah serangan WTC dan Pentagon 11 septemebr 2001 di Amreika Serikat serta serangkaian ledakan bom di beberapa kota yang terjadi di Indonesia pada tahun 2000 hingga tahun 2005

Kelompok-kelompok terorisme yang beroperasi di berbagai negara telah terkooptasi oleh jaringan terorisme internasional yang memiliki hubungan dan mekanisme dan kerjasama baik dalam aspek operasional maupun infrastruktur pendukung. Aktivitas terorisme ini kemudian menyadarkan dunia untuk bersama-sama memerangi terorisme yang beroperasi baik secara regional maupun global. Kepedulian ini diwujudkan dengan banyaknya kerjasama yang dilakukan oleh negara baik secara bilateral maupun unilateral dalam memerangi aksi terorisme.

            Dalam memerangi aksi terorisme harus dimaknai bahwa bagaimana upaya mengkriminalisasikan perbuatan teror yang dilakukan oleh kelompok teroris akan tetapi juga harus mengkriminalisasikan segala bentuk pembiayaan terorisme atau pembiayaan kepada kelompok terorisme. Berdasarkan pertemeuan FATF pada tanggal 19-20 September 2001 yang berlangsung di Wellington Selandia Baru ada dua metode yang dilakukan dalam pembiayaan bagi kegiatan teroris yaitu :

  1. Metode Pertama adalah melibatkan perolehan dukungan keuangan dari negara dan selanjutnya menyalurkan dana tersebut kepada organisasi teroris.
  2. Metode kedua adalah memperoleh secara langsung dari berbagai kegiatan yang menghasilkan uang.
Dua metode diatas merupakan metode yang sering dilakukan dalam mendukung aksi terorisme dari segi pembiayaannya. Menurut Komisar, jaringan terorisme di seluruh dunia bergantung pada sistem kerahasiaan bank dan korporasi internasional untuk menyembunyikan dan mengalihkan uang mereka. Struktur ini lebih dimungkinkan karena adanya kesepakatan diantara bank-bank di dunia dan karena kekuatan-kekuatan uang dunia. Banyak orang memperoleh uang dari hal tersebut, termasuk diantaranya adalah para pemilik dan para manajer bank-bank yang menyembunyikan simpanan nasabah mereka dari otoritas perpajakan. Tetapi konsekuensi tidak diinginkan yang timbul adalah bahwa hal tersebut memungkin untuk membantu jaringan terorisme dunia.

Suatu sistem keuangan dunia mengenal adanya sistem yang disebut dengan Clearinghouse atau lebih dikenal dengan istilah Clearstream. Sistem ini melakukan kegiatannya mentransfer dana untuk bank-bank Internasional dan perusahaan-perusahaan besar. Para nasabahnya terdiri atas bankir, para manajer investasi perusahan-perusahaan lepas pantai, para pengelak pajak, para pejabat yang kegiatannya memberikan jasa-jasa rahasia (secret service) para CEO dari perusahaan-perusahaan multinasional atau para teroris. Dengan demikian, Clearstream digunakan pula untuk melakukan kegiatan yang terkait dengan pembiayaan kepada teroris. Selain itu juga sistem ini memungkinkan bagi nasabahnya untuk membuka rekening Non-Published Account (rekening-rekening yang tidak dipublikasikan) yang tidak muncul di setiap dokumen  (Printed Document). Apabila para penegak hukum meminta untuk melihat catatan-catatan tersebut, rekening-rekening tersebut tidak akan dijumpai pada transaksi keuangan. Selain itu juga Tidak seperti halnya sebuah bank, Clearstream tidak memiliki pengawas eksternal yang efektif. Clearinghouse tersebut di audit oleh KPMG sebagai salah satu dari big five international firm. KPMG mungkin saja telah mengabaikan atau telah overlooked keberadaan sistem rekening rahasia tersebut.

Kalau perusahaan-perusahaan multinasional dan bank-bank internasional ternama memanfaatkan sistem pembukaan rekening rahasia dan tidak terpublikasikan sebagaimana yang terdapat pada sistem clearstream, maka lebih-lebih bukan saja para pencuci uang yang tidak ada hubungannya denga terorisme, tetapi juga organisasi yang terlibat dengan terorisme akan menggunakan sistem ini untuk membiayai aktivitasnya. untuk itu harus ada upaya internasional dalam menekan tidak adanya lagi sistem yang dapat membuka rekening yang tidak dipublikasikan. Ini merupakan wujud dari upaya pencegahan terorisme dari segi pembiayaannya.  

PBB (United Nation) sebagai badan berhimpunnya negara-negara dunia telah mengeluarkan sebuah konvesi internasional berkaitan dengan pemberantasan pembiayaan terorisme. Konvensi tersebut adalah International Convetion Fot The Supprresion Of The Financing Of Terorism dan telah ditandatangani oleh perwakilan masing-masing pemerintah anggota PBB di Kantor Besar PBB di New Tork pada tanggal 2000.

Dalam plenary meeting FATF (Financial Action task Force) yang dilaksanakan di Hong Kong pada tanggal 1 Februari 2002, dapat diketahui bahwa negara-negara di seluruh dunia telah bersatu dalam keyakinannya bahwa teroris dan mereka yang membantu para teroris harus dihalangi aksesnya ke sistem keuangan internasional. Termasuk didalamnya akses bagi kelompok teroris serta kelompok-kelompok yang ingin membantu pembiayaan terhadap aktivitas terorisme.

FATF telah menerbitkan standar internasional (special recommedations on terrorist financing) yang baru dalam rangka memberantas terrorist financing yang harus diadopsi dan dilaksanakan oleh negara-negara di dunia. Adapun standar internasional yang baru mengenai terrorist financing adalah sebagai berikut :
I. Ratifikasi dan Pelaksanaan Ketentuanketentuan PBB
Setiap negara harus mengambil tindakan sesegera mungkin meratifikasi dan melaksanakan ketentuan the 1999 United Nations International Convention tentang the Suppression of the Financing of Terrorism secara menyeluruh. Negara-negara juga harus secepatnya melaksanakan berbagai resolusi PBB berkaitan dengan pencegahan dan pemberantasan pendanaan kegiatan teroris, terutama ketentuan United Nations Security Council Resolution 1373.

II. Kriminalisasi Pendanaan Terorisme dan Pencucian Uang
Setiap negara harus mengkriminalisasi pendanaan terhadap terorisme, kegiatan teroris dan organisasi teroris. Negaranegara juga harus menjamin agar tindak pidana tersebut diperlakukan sebagai tindak pidana asal pencucian uang.

III. Pemblokiran dan Penyitaan Harta Kekayaan Teroris
Setiap negara harus melakukan berbagai upaya untuk memblokir secepatnya dana atau harta kekayaan lainnya milik teroris yang membiayai terorisme dan organisasi teroris menurut berbagai resolusi PBB berkaitan dengan pencegahan dan pemberantasan pendanaan kegiatan teroris. Setiap negara juga harus mengadopsi dan melakukan berbagai upaya, termasuk membuat undang-undang, yang menjadikan pihak berwenang dapat memblokir dan menyita kekayaan yang merupakan hasil tindak pidana, atau digunakan dalam, atau dimaksudkan atau dialokasikan untuk digunakan dalam kegiatan teroris atau organisasi teroris.

IV. Pelaporan Transaksi-transaksi yang Mencurigakan Terkait dengan Terorisme
Jika lembaga keuangan, atau badan usaha atau perusahaan lainnya yang tunduk terhadap kewajiban anti pencucian uang, menduga atau memiliki alasan kuat untuk menduga bahwa dana terkait atau terhubung dengan, atau digunakan untuk terorisme, kegiatan teroris atau organisasi teroris, maka mereka wajib melaporkan dugaan-dugaan tersebut segera kepada pihak berwenang.

V. Kerjasama Internasional
Setiap negara harus mendukung negara lain berdasarkan suatu perjanjian, kesepakatan atau mekanisme lain dalam hal bantuan hukum timbal balik atau pertukaran informasi, berbagai bantuan lain yang dimungkinkan berkaitan dengan penanganan tindak pidana, penegakan hukum perdata, dan investigasi administratif, permohonan dan persidangan berkaitan dengan pendanaan terorisme, kegiatan teroris dan organisasi teroris. Negara-negara juga harus mengambil segala upaya untuk menjamin agar mereka tidak menyediakan safe havens kepada perorangan yang dituduh melakukan pendanaan terorisme, kegiatan teroris dan organisasi teroris, serta harus memiliki tata cara mengektradisi orang tersebut, jika dimungkinkan.

VI. Jasa Penerimaan Uang Alternatif
Setiap negara harus mengambil segala upaya untuk menjamin agar setiap orang atau badan usaha, termasuk agen, yang menyediakan jasa pengiriman uang atau dana, termasuk melalui sistem atau jaringan pengiriman uang atau dana informal, harus memiliki ijin atau terdaftar dan tunduk terhadap semua Rekomendasi FATF yang diberlakukan terhadap bank dan lembaga keuangan non bank. Tiap negara harus menjamin agar setiap orang atau badan usaha yang menyediakan jasa tersebut secara
tidak sah dibebankan sanksi administratif, perdata atau pidana.

VII. Wire Transfers
Setiap negara harus mengambil segala upaya mewajibkan lembaga keuangan termasuk jasa pengiriman uang, untuk meminta informasi akurat dan asli (nama, alamat dan nomor rekening) tentang transfer dana dan pesan-pesan terkait yang dikirim, dan informasi harus sama dengan transfer dan pesan terkait melalui jaringan pembayaran. Tiap negara harus mengupayakan guna menjamin agar lembaga keuangan, termasuk jasa pengiriman uang, melakukan pemeriksaan seksama atas kegiatan transfer dana yang mencurigakan dengan informasi yang tidak lengkap (nama, alamat dan nomor rekening) serta memonitornya.

VIII. Organisasi Non-profit
Negara-negara harus mengkaji kecukupan atas peraturan perundang-undangan mengatur tentang badan usaha yang dapat disalahgunakan untuk pendanaan terorisme. Organisasi non-profit terutama sekali rentan, dan negara-negara harus menjamin agar mereka tidak dapat disalahgunakan:
(i)  oleh organisasi teroris untuk digunakan sebagai badan usaha sah
(ii)  untuk mengeksploitasi badan usaha yang sah sebagai medium untuk pendanaan
       teroris, termasuk untuk tujuan menghidari asset dari upaya-upaya pemblokiran.
(iii) `untuk  menyembunyikan  atau  menyamarkan  pengiriman  dana  gelap  yang        
       dimaksudkan untuk tujuan-tujuan sah untuk kepentingan organisasi teroris.

IX. Jasa Kurir Uang Tunai
Negara-negara harus berupaya mendeteksi pengiriman mata uang dan alat pembayaran atas bawa lintas negara secara fisik, termasuk sistem membuat deklarasi atau kewajiban pelaporan lainnya. Negara-negara harus menjamin bahwa pihak yang berwenang memiliki kewenangan untuk menghentikan atau menahan mata uang atau alat pembayaran atas bawa yang diduga kuat terkait dengan pendanaan teroris atau pencucian uang, atau yang dilaporkan atau dideklarasi secara tidak benar. Negara-negara harus menjamin bahwa sanksi yang efektif, proporsional dan dissuasive  tersedia untuk dibebankan kepada orang-orang yang membuat deklarasi atau pelaporan yang tidak benar. Dalam kasus jika mata uang atau alat pembayaran atas bawa terkait dengan pendanaan teroris atau pencucian uang, negara-negara juga harus mengambil berbagai tindakan termasuk pembuatan undangundang yang sesuai dengan Rekomendasi Khusus III yang menjadikan mata uang atau alat pembayaran atas bawa tersebut dapat disita.

            Dengan melakukan kombinasi antara standar internasional yang baru dikeluarkan FATF dengan Forty Recommendation on Money loundring yang merupakan basic framework bagi upaya-upaya anti pencucian uang dan dimaksudkan untuk diaplikasikan secara universal, maka kombinasi tersebut dapat mendeteksi, mencegah, dan memberantas pembiayaan yang dilakukan oleh kelompok atau negara tertentu terhadap aksi-aksi terorisme.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar